Penerapan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
Faldy Prianata, Nio (2021) Penerapan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Jember.
![]() |
Text
A. PENDAHULUAN.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
B. ABSTRAK.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
C. BAB I.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
D. BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) | Request a copy |
![]() |
Text
E. BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) | Request a copy |
![]() |
Text
F. BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (846kB) | Request a copy |
![]() |
Text
G. DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (997kB) |
![]() |
Text
H. ARTIKEL.pdf Download (1MB) |
Abstract
Pemilihan umum yang kemudian disingkat menjadi pemilu, dan
selanjutnya kata pemilu begitu akrab dengan masalah politik dan pergantian pemimpin,
karena pemilu, politik dan pergantian pemimpin saling berkaitan. Pemilu yang
diselenggarakan tidak lain adalah masalah politik yang berkaitan dengan masalah
pergantiaan pemimpin. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum menyebutkan pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan
Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam hal ini dibuatlah sejumlah undang-undang
untuk mendukung proses pemilu tersebut dimulai dari Undang-undang Nomor 7 Tahun
1953 tentang Pemilihan Anggota Konstitusi dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota
Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975
Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum
Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang
Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat serta
terakhir UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terdapat sejumlah poin
penting yang telah disahkan, salah satunya terkait ambang batas pencalonan Presiden
dan Wakil Presiden. Ambang batas bagi sebuah Partai Politik atau gabungan Partai
Politik untuk dapat mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilihan
umumsebesar 20%. Hal ini sesuai dengan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari
jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% dari suara sah secara
nasional pada Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebelumnya (2014).Pemilu
langsung di Indonesia yang terlaksana Tahun 2004,2009, 2014 dan 2019 dilaksanakan
pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pemilu
yang dilaksanakan terpisah tersebut juga berlaku ambang batas (Threshold ). Dalam
penerapannya masih banyak kontroversi tentang berlakunya ambang batas pencalonan
Presiden dan Wakil Presiden, dilihat dari beberapa gugatan yang menilai bahwa
ambang batas tersebut bertentangan dengan demokrasi. Menurut Ketua Umum Masika-
ICMI, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, ada tiga dasar demokrasi yang akan tercederai jika
ambang batas tersebut tetap berlaku dalam demokrasi indonesia, “pertama adalah hak
politik, yang dimana kita memiliki hak yang sama dalam proses demokrasi. Kemudian
partisipasi publik, bahwa ketika kita berkhidmat pada demokrasi jadi harus
berpartisipasi. Dan yang terakhir kompetisi, dimana tidak ada demokrasi tanpa
kompetisi.
Menurut Bambang Wuryanto (Anggota DPR Komisi VI) menyatakan bahwa
ambang atas tersebut sebagai salah satu penyederhanaan partai politik di parlemen,
yang dimana penyederhanaan tersebut sebagai penguat koordinasi antara parlemen
dengan pemerintahan, maka koordinasi antar lembaga bisa lebih baik. Namun menurut
Direktur Eksekutif perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi
Anggraini, pembatasan ambang batas parlemen yang menguntungkan partai pemenang
tidak jelas dasar hukumnya, tidak transparan, dan akuntabel. Pemilihan angka 20%
tidak di imbangi dengan pertimbangan yang matang. Metode pemilihan angka itu juga
tak disampaikan kepada publik, bahwa ini hanya cara pemerintah mengurangi biaya
penyelenggaraan pilpres. Jika calon yang terlibat hanya dua orang, maka kontestasi tak
akan sampai pada putaran kedua yang memakan banyak biaya.
Tujuan : Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan dalam penggunaan
ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dan Untuk mengetahui
Implementasi ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Metode : Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode pendekatan peraturan perundangundangan
(statute approach), pendekatan, pendekatan kasus (case approach) dengan
menggunakan putusan hakim sebagai sumber bahan hukum. Putusan hakim yang
digunakan adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Hasil : Sesuai
dengan penelitian yang telah saya lakukan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2017
Tentang Pemilu dan Dengan menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53-
59-70-71-72/PUU-XV/2017 dan bagaimana pengaturan yang harus diberikan.
Kesimpulan : Putusan MK mengenai konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu
didasarkan atas pertimbangan yang bertolak dari hakikat sistem pemerintahan
Presidensial menurut Undang-Undang Dasar 1945, bukan atas dasar pertimbanganpertimbangan
yang bertolak dari peristiwa-peristiwa konkret. Dalam waktu yang hanya
beberapa bulan tersebut tidak terjadi perubahan sistem ketatanegaraan menurut UUD
1945 yang dibuktikan dengan tidak adanya perubahan Undang-undang sebagai
pengaturan lebih lanjut sistem ketatanegaraan. Dengan demikian belum ada alasan
mendasar bagi MK untuk mengubah pendiriannya dan Penerapan ambang batas
pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilu dapat memunculkan figur
Presiden dan Wakil presiden yang kuat, karena Presiden dan Wakil Presiden terpilih
akan mendapat basis dukungan politik yang besar diparlemen sehingga pelaksanaan
pemerintahan dapat berjalan efektif dan stabil, kemudian pengajuan calon Presiden dan
Wakil Presiden dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem Kepartaian.
ContributionNama Dosen PembimbingNIDN/NIDKDosen PembimbingPurwanto, Djokonidn0725016301
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Keywords/Kata Kunci: | Pemilu, Demokrasi, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Partai Politik, Ambang Batas. |
Subjects: | 300 Social Science > 340 Law > 342 Constitutional and Administrative Law |
Divisions: | Faculty of Law > Department of Law Science (S1) |
Depositing User: | Nio Faldy Prianata | niofaldy96@gmail.com |
Date Deposited: | 03 Jan 2022 06:33 |
Last Modified: | 03 Jan 2022 06:33 |
URI: | http://repository.unmuhjember.ac.id/id/eprint/12424 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |